Sebenernya ini postingan udah cukup lama di fesbuk. saya share dimari biar lebih mantep..
Dua ditambah dua samadengan lima? Wah, pernyataan ini menggelitik akar
logika saya dan mengganggu dengan sukses sel sel kelabu milikku yang ada
di dalam otakku. Pernyataan ini dilontarkan oleh mas Titus, tetangga
kos saya. Mas titus adalah mahasiswa asal depok yang kuliah di fakultas
Hukum Universitas Diponegoro Semarang, ia sekarang sedang menunggu masa
wisuda yang akan diselenggarakan bulan depan. Malam itu aku, Rio,
Antasia, dan Mas Titus sedang ngobrol ngobrol di depan tv di kos kosan.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari, namun kami masih
asyik ngobrol. Kami sedang diskusi hangat seputar masalah agama Islam
ketika tiba tiba mas titus bertanya,
“yu, lo percaya gak kalo 2+2 = 5?”
Aku
tentu saja tersentak kaget, aku yang terbiasa berpikir dan menganalisa
berdasarkan logika dasar tidak terima, namun yang keluar dari mulutku
justru pertanyaan,
“maksudnya?”
“iya, lo bisa gak nerangin kalo 2+2 = 5” tanya mas Titus lagi.
“enggak.” Sahutku sambil menggeleng.
“hehe, tapi gw sama sodara sepupu gw percaya, kalo Alloh udah berkehendak, 2+2 bisa lho jadi 5!” jelas Mas Titus.
Aku
terus terang malu, kemudian tertarik mendengar penjelasan lanjutannya.
Ternyata ada sebuah cerita penuh hikmah yang mendasari logika terbalik
tersebut. Inilah ceritanya..
Mas Titus punya sodara sepupu yang
pernah kuliah di Australia, sebut saja namanya Aziz. Aziz kuliah disaat
krisis ekonomi dahsyat melanda Indonesia. Ayah Aziz yang pengusaha
ternyata kelimpungan menghadapi efek dari krisis tersebut. Aziz sendiri
dahulunya bukanlah seorang yang taat menjalankan perintah agama Islam.
Ia jarang sholat, dan justru banyak melakukan perbuatan perbuatan
maksiat, apalagi ia kuliah di Melbourne, Australia, dimana kebebasan
sungguh terbuka lebar.
Tentu saja krisis tersebut membuat uang
kiriman dan uang kuliah Aziz tersendat. Tidak sampai disitu, Aziz
ternyata mendapat tamparan lain dari Sang Pemilik skenario kehidupan.
Ayahnya yang menjadi tulang punggung keluarganya meninggal dunia. Aziz
sangat terpukul atas kejadian tersebut, dan kejadian itu melecutnya
untuk menjadi seorang yang mandiri. ia bekerja keras untuk bertahan
hidup di Australia, akibatnya kuliahnya menjadi terbengkalai, ia ambil
cuti selama satu semester untuk mengumpulkan uang agar ia bisa kuliah
lagi. Aziz juga mulai mendekatkan diri kepada Alloh. Ia mulai menjaga
sholat lima waktunya meskipun di negeri yang notabene bukan negeri yang
mayoritas penduduknya muslim. Ia juga sering terpaksa sholat di taman
kota karena tidak ada masjid yang dekat dengan tempat tinggalnya.
Aziz
kemudian sadar bahwa ia tidak bisa menghadapi masalahnya sendiri. Ia
menghadapi dilema yang cukup berat, ia sempat berniat untuk pulang dan
kuliah di Indonesia. Namun ibunya melarang dan menyarankannya untuk
tetap bertahan dahulu sambil ibunya berusaha untuk mengumpulkan uang.
Aziz senantiasa berdoa dan berdoa kepada Alloh untuk memberikannya jalan
keluar. Ia memohon untuk diberikan yang terbaik bagi diri dan
kehidupannya.
Berbulan bulan Aziz berdoa memohon kepada sang
pemilik kehidupan karena Aziz yakin bahwa Alloh akan menjawab
permohonannya, dan berikhtiar dengan kerja serabutan untuk bertahan
hidup. Namun jawaban dan pertolongan Alloh belum juga datang. Aziz
hampir putus asa dan mulai lelah untuk berdoa, ia mulai bertanya tanya
kapankah doanya dijawab. Padahal ia sudah melakukan ini dan itu untuk
bisa kembali kuliah, ia sangat kasihan terutama kepada ibunya yang
pontang panting mencari uang.
Semester baru akhirnya tiba, namun
Aziz belum lagi memiliki uang untuk membayar kuliah. Seminggu lagi
pendaftaran semester baru ditutup, apakah dirinya harus kembali mangkir
sebagai mahasiswa? Pikirnya dalam hati. Sore itu selepas sholat ashar di
sebuah taman kota, Aziz terduduk merenung di bawah pohon. Ia
beristighfar bahwa dirinya tidak menyadari bahwa tidak seluruh apa yang
ia inginkan bisa terwujud. Ia sudah berburuk sangka kepada Alloh. Tiba
tiba seseorang laki laki muda datang mendekat, laki laki ini tidak ia
kenal dan berwajah oriental. Laki laki ini kemudian menyapa Aziz dengan
ramah,
“maaf, anda orang indonesia ya?”
“oh, iya, saya mahasiswa asal indonesia.” Jawab Aziz.
“lho, kok anda duduk sendirian disini, memangnya ada apa? Ada masalah?” tanya orang itu.
Awalnya
Aziz merasa tidak nyaman, namun karena dilihatnya orang itu sangat
ramah dan begitu tulus, akhirnya Aziz mulai bercerita tentang
masalahnya. Laki laki ini mengaku sebagai pegawai Konsulat Jendral
Indonesia di Melbourne. Laki laki ini bertanya seputar nama Aziz, kuliah
dimana, jurusan apa, dan angkatan keberapa. Setelah itu, laki laki ini
pamit dan menasehati untuk bersabar.
Seminggu kemudian, ternyata
Aziz belum mampu mendapatkan uang kuliahnya. Kemudian di tengah
keputusaannya tersebut, Aziz menghadap ke tata usaha kampusnya dan
meminta izin untuk berhenti kuliah. Betapa terkejutnya Aziz bahwa
ternyata seluruh biaya kuliahnya sudah dibayar hingga ia selesai kuliah.
Aziz tak henti hentinya mengucap syukur kepada Alloh atas segala
limpahan nikmat tersebut. Ia bertanya siapa yang membayar uang
kuliahnya, dan ciri cirinya persis dengan laki laki yang ia temui di
taman kota. Segera ia pergi ke konsulat jendral untuk berterima kasih.
Namun, di konsulat jendral ia tidak menemui orang dengan ciri ciri
seperti yang ia sebutkan, bahkan katanya di melbourne tidak ada warga
Indonesia yang keturunan Tionghoa. Subhanalloh, siapakah laki laki
misterius tersebut?
Kini Aziz telah lulus dan bekerja di Amerika
Serikat. Ia aktif membantu dakwah islam disana, dan benarlah firman
Alloh yang menyatakan, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia
akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS Ath Tholaq: 2).
Di
akhir cerita, mas titus kemudian berkata, “nah, gw sekarang bener bener
percaya kalo 2+2 = 5! Gak ada yang bisa menghalangi kehendak Alloh!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar